Everything Is a Matter of Perspective – How People Seeing Things
Suatu waktu, ketika di dalam kelas, aku
dan temanku, kami sedang mengobrolkan sesuatu.
“terus
piye??”
“ya maca”
“Hahaha
maca? Moco sroq…!”
“tulisane
kan maca?”
“ya tapi
kan jawa jadi bacanya pake o, jadinya moco”
Mendebatkan sesuatu mengenai cara baca.
Sebenarnya aku paham apa maksud temanku dan aku mengatakan ‘maca’ karena sedari
kecil aku diajari begitu. Akan tetapi mengatakan bahwa karena jawa maka harus
dibaca ‘o’, menurutku itu sedikit memaksakan. Brebes, Tegal, Purbalingga,
Purwokerto, dan sekitarnya juga termasuk bagian dari Jawa, tetapi orang-orang
di situ tidak membaca a dengan o. Kalau karena mayoritas orang jawa itu baca a
pake o bukan a maka oleh karena itu bahasa jawa yang benar adalah yang
menggunakan o maka itu adalah tirani mayoritas. Lalu siapa yang benar dan siapa
yang salah? Tidak ada, karena segala sesuatu itu tergantung perspektif.
Lihatlah gambar ini, aku menemukannya di
social media.
Sebuah silinder, bisa terlihat bulat atau
kotak tergantung bagaimana sudut pandang kita. Yah, tapi sebenarnya itu adalah
sebuah silinder! Itu juga bisa terlihat sebagai silinder jika kita memandangnya
dari arah yang tepat.
Contoh di atas tadi bisa diterapkan di
kehidupan. Misal, apakah Tuhan itu ada atau tidak?
Bagi seorang theist, Tuhan itu ada karena
alam semesta ini ada . Mustahil alam semesta yang luas ini tercipta secara
tidak sengaja. Malam, siang, dingin, panas, gravitasi, awan, gunung, hujan
adalah tanda-tanda adanya tuhan.
Sedangkan bagi seorang atheist, Tuhan itu
tidak ada. Alam semesta ini tercipta karena kebetulan dan itu tidak membutuhkan
seorang figur Tuhan. Malam, siang, panas, dingin, petir, hujan, awan adalah
fenomena alam biasa.
Oleh karena itu, terkadang ketika
mendebatkan sesuatu, apa yang kita debatkan itu tidak pernah nyambung karena
apa yang didebatkan itu dipandang dari sudut yang berbeda. Intinya, carilah
perspektif yang pas. (asarochi)
Post a Comment